Sunday, January 13, 2019

Kapan Nikah?

Ketika kamu lahir sekitar 90-an, atau bahkan diatasnya, dan belum menikah. Kata ini yang paling sering berseliweran dan mengisi hari-harimu. Entah dapat kabar teman nikah atau ditanyai kapan nikah.

Nah, yang sering ditanyakan biasanya;

Kapan nikah? Kenapa belum nikah? Kamu kan sudah kerja, apalagi yang ditunggu?

Ini pertanyaan basa basi ketika ada 2 org atau lebih bertemu langsung atau berkomunikasi di sosmed. Semacam pertanyaan yang lebih penting ketimbang nanya kabar kesehatan. Padahal, nikah itu rejeki kan ya? Menanyakan kapan rejeki seseorang datang itu macam meminta kita meramalkan masa depan sendiri. Ya mana tahu.

Bagaimana responmu ketika ditanya kapan mati?

Ya jelas bingung mau jawab apa. Yang atur Allah. Bukan manusia. Bahkan jikalau saat ini kamu sakit menahun, bukan jaminan bahwa umurmu akan lebih pendek dari mereka yang sehat wal afiat.

Sama halnya dengan jodoh. Mereka yang selalu jalan bareng, pacaran, TTM-an, Tunangan,  Ta'aruf bahkan sudah dikhitbah, bukan jaminan bahwa itu pastilah akan jadi jodohnya. Bisa jadi kesalip yang lain, atau ajalnya menjemput duluan sebelum akad.

Sebaik apapun perencanaanmu menikah dengan si A atau si B, tetap saja semuanya hanya akan berjalan atas kehendak Allah. Maka, mendoakan seseorang agar segera bertemu jodoh dan dimudahkan menikah lebih baik ketimbang bertanya kapan nikah.

Well, saya juga akan mencoba menjawab beberapa asumsi orang yang cukup mengganggu tentang saya yang belum menikah.

Pemilih. Kebanyakan berasumsi bahwa saya pemilih. Menganggap bahwa pekerjaanku sekarang yang menjadi standarku memilih jodoh. Bebb, nikah itu seumur hidup yekan? Kalo saya asal pilih, masa iya seumur hidupku harus kulalui sama orang yang salah? Bukannya kita memang disuruh memilih dengan mempertimbangkan 4 hal? Kecantikan/Ketampanan, Keturunan, Harta dan Agama...

Nah, barangkali ada yang penasaran kriteriaku sesulit apasih? Sampai-sampai sekarang ini belum menikah?

Lelaki dengan modal ketampanan itu banyak, yang baik keturunannya juga banyak, dan yang hartanya berlebih juga banyak. Tapi, worth it gak?

Kalo nikah hanya modal ketampanan, seberapa besar sih pengaruh ketampanan terhadap keawetan rumah tanggamu? Palingan sering cekcok hanya karena suamimu sering dilirik wanita lain.

Lelaki subur pun banyak. Dijamin akan membuat rahimmu lebih produktif. Bisa mencetak banyak generasi. Tapi klo cuma tahu produksi anak tanpa bisa mendidik amanah-amanah itu agar membawa manfaat bagi dunia akhirat, lalu faedahnya punya banyak keturunan apa?

Lelaki dengan harta berlebih alias kaya. Nikah memang butuh modal. Lelaki dengan kekayaan harta akan membuat masa depan rumah tanggamu lebih terjamin. Tapi, banyak kasus dimana si wanita memiliki uang tapi tak memiliki suaminya. Suaminya lebih sibuk ngejar duit ketimbang meluangkan waktu dengannya. Lalu letak bahagianya dimana?

Nah, sekarang ini lagi musim nikah (katanya). Terutama yang seusiaku. Dan di awal tahun 2019 ini juga, pas ngajar, siswaku nanya gini, "Bu, Kapan Nikahnya? Udah 2019 lo Bu, lagi rame-ramenya orang pada nikah"

Terakhir, Agama. Nah, ini yang sampai sekarang susah kutemukan. Lelaki dengan pemahaman agama yang baik. Tidak perlulah dia berilmu tinggi karena sayapun belum sebaik itu. Yang jelas pada dirinya ada keinginan untuk terus belajar, membaik bersama dan istiqomah. Tapi, ada juga yang menjadikan agama sebagai topeng agar niatnya mendekati lebih mulus. Sayangnya, saya bukan orang yang akan dengan mudahnya terkesan dgn topeng macam itu.

Dipikirnya nikah itu gampang kali ya. Nikah itu membangun peradaban, sayangku. Nikah tidak melulu . Ada tanggung jawab di dalamnya. Ada kerjasama antara kamu dan pasangan dalam menjalankan ibadah. Jadi harus cari yang sevisi misi.

Jodoh sudah diatur, tinggal ikhtiar memperbaiki diri agar jodoh yang datang pun tidak jauh dari cerminan diri. Tidak perlu komitmen menjalin hubungan dengan orang tertentu. Belum tentu juga tujuan akhirnya kamu, kan? Kalo priamu serius, dia tidak akan membuat komitmen yang membuatmu menunggu lama. Menunggu = tidak serius = disalip yang lain.

Semoga jodoh yang telah ditakdirkan untukmu dan untukku dimudahkan jalannya untuk meminangmu dan meminangku. Tak perlu mewah, yang penting berkah, sakinah mawaddah warahmah. Aamiin

Friday, January 4, 2019

Pengalaman jadi Tentor Bimbel Gadjah Mada

Tahun 2010 adalah tahun dimana saya mulai berpikir untuk cari uang sendiri, untuk meringankan beban Bapak, yang pada saat itu divonis diabetes sama dokter. Umur saya masih 19 tahun waktu itu. Waktu tahu bapak sakit diabetes ya saya nangis-nangis sendiri di kos. Berdoa semoga bisa dapat kerja demi bantu bapak. Soalnya bukan cuma saya yang dibiayai sekolahnya oleh Bapak, masih ada kakak-kakakku dan adikku. Bapakku PNS golongan III, by the way. Satu-satunya sumber keuangan di keluarga.

Doa Seorang Ibu [PART 2]


Selepas yudisium masih sering bolak-balik ke kampus mengurus keperluan wisuda. Masih aktif sama teman sekelas buat stand jualan di acara Body (Biology Open Day) 2013 waktu itu. Standnya kami beri nama Glucose. Yang desain logonya, Mba Titin. Cukup keren waktu itu. Isi jualannya macam-macam. Ada yang jualan pulsa, asesoris dari kain flannel, es serut, pop mie seduh, dan segala rupa minuman dingin. Hasil jualan selama acara kami pakai untuk liburan di Pantai Bira. Nginapnya di Tanah Beru. Rumah nenek. Ini ngumpul terakhir yang masih bisa rame-rame sama teman sekelas sebelum wisuda. Selepas itu, kembali ke kampung masing-masing. 
Stand Glucose acara BODY 2013

Bira

Welcome to my ecek ecek blog

Selamat membaca...